F1H2O Diwarnai Aksi Protes Aktivis Terhadap Perusahaan Perusak Kawasan Danau Toba

Sejumlah aktivis Sumatera Utara menerbangkan spanduk bertulis 'Selamat Datang di Danau Toba, Danau Indah Penuh Masalah Kerusakan Lingkungan', Sabtu (25/2/2023).

topmetro.news – Sejumlah aktivis Sumatera Utara menerbangkan spanduk bertulis ‘Selamat Datang di Danau Toba, Danau Indah Penuh Masalah Kerusakan Lingkungan’, Sabtu (25/2/2023).

Spanduk itu mereka terbangkan ke udara menggunakan balon gas tepat di hari kedua pelaksanaan F1 Powerboat.

Selain itu puluhan perempuan pedesaan korban PT DPM, PT TPL, dan PT Gruti, juga melakukan aksi bentang ‘hand banner’ di pusat Kota Balige. Banner itu bertuliskan, ‘Tutup TPL, Cabut Ijin Lingkungan PT DPM, Usir PT Gruti’, dan beberapa tuntutan lainya.

“Saya berharap supaya pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang telah merapas ruang hidup masyarakat,” kata Afni Boru Sihotang (35), salah satu perempuan yang ikut aksi.

Katanya lewat aksi itu, Afni dan teman-temannya ingin menyampaikan pesan kepada peserta F1H20, kalau di balik even berskala internasional itu, masyarakat di kawasan Danau Toba menghadapi banyak masalah.

Sejumlah perusahaan seperti PT Dairi Prima Mineral (DPM), PT Toba Pulp Lestari (TPL), dan PT Gruti, katanya, hadir dan merampas ruang hidup masyarakat. Serta juga merusak lingkungan di Kawasan Danau Toba.

“Kami korban perusahaan itu,” tutur Afni.

Dari statement yang mereka bagikan kepada wartawan, mereka sebut,, kehadiran tiga perusahaan besar di Kawasan Danau Toba sudah merenggut hak-hak masyarakat.

Seperti penebangan hutan secara massif oleh perusahaan, menyebabkan lingkungan rusak berdampak pada pertanian, petani gagal panen.

PT DPM

Di Kabupaten Dairi, kehadiran PT DPM mereka nilai tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal. Padahal wilayah tersebut merupakan kawasan penting untuk pertanian, areal pangan, sumber air, bagi masyarakat.

Kemudian dampak lain kehadiran PT DPM itu, katanya, sumber air untuk warga di tujuh desa dan satu kelurahan berpotensi hilang ke depan. Ini sesuai hasil kajian pasokan air dan investigasi Lae Puccu.

Lae Puccu adalah sumber utama PDAM di Kecamatan Silima Punggapungga, Kabupaten Dairi. Lae Puccu menghidupi 7.000 jiwa pelanggan di tujuh desa dan satu kelurahan.

PT DPM merupakan perusahaan eksplorasi biji seng dan timah hitam di wilayah pegunungan Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan metode penambangan bawah tanah.

Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan penyesuain teknis-administrasi, pada 2018, Kementerian EDSM RI mengeluarkan Keputusan No. KK.272.KK/30/DJB/2018. Isinya memperpanjang izin operasi produksi PT DPM di wilayah seluas 24.636 dan berlaku 2018 hingga 2047.

Pusat proyek ini berada di Dusun Sopo Komil, Kecamatan Silima Punggapungga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Saat ini PT DPM, katanya sudah selesai membangun fasilitas gudang handak (bahan peledak), tanpa persetujuan izin lingkungan. Dan hanya berjarak 50,64 meter dari areal pangan dan pemukiman warga di Dusun Sipat, Desa Longkotan.

Langkah PT DPM tersebut mereka nilai bisa berdampak pada kerusakan lingkungan serius.

Dari kajian oleh ahli Ombusman Bank Dunia melalui mekanisme pengaduan ke CAO (Compliance advisor Ombusman), informasinya, sudah mengeluarkan laporan pada Bulan Juli tahun 2022 lalu. Isinya menyatakan bahwa aktivitas PT DPM di Dairi beresiko ekstrim.

PT TPL

Kemudian kehadiran PT TPL juga katanya sudah berdampak kepada masyarakat.

Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini, awalnya mendapatkan izin konsesi dari negara seluas 269.060 berdasarkan SK No. 493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami delapan kali revisi, yang terakhir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 menjadi 167.912 hektar.

Pada umumnya, di wilayah konsesi bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat.

Klaim negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT TPL, dinilai menjadi akar konflik agraria yang berkepanjangan. Serta tidak terselesaikan hingga saat ini.

Akibat perampasan wilayah adat oleh PT TPL telah menimbulkan banyak dampak terhadap masyarakat. Baik dampak ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi.

Sebelum kehadiran PT TPL, masyarakat di kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak, dan bersawah. Namun saat ini, sumber mata pencaharian masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan.

Keberadaan konsesi PT TPL di hulu Danau Toba, juga berdampak pada banyak nya Daerah Aliran Sungai (DAS) ke Danau Toba tidak berfungsi lagi.

Seperti Aek Mare yang berasal dari Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka, saat ini telah mengalami kerusakan parah. Padahal sungai ini adalah salah satu sumber air Danau Toba.

Banyaknya anak sungai yang tertimbun akibat pembukaan lahan untuk penanaman eucalyptus, menyabkan debit Aek Mare berkurang ke Danau Toba.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment